Selasa, 20 Oktober 2015

Warisan

Senang rasanya ijin cuti ku di ACC oleh Kepala unit ku. Sehingga aku bisa liburan bersama suami ku. Sesuai rencana kami ingin pulang ke kampung halaman Mas Diky suami ku.* Kebetulan juga Tony, anak ku semata wayang yang masih sekolah dasar juga libur sekolah, jadi bisa agak lama disana. Hari itu kami sekeluarga berangkat. Setelah 6 jam perjalanan kami tiba dirumah orang tua suami ku. Disana hanya tinggal Bapak dan adik perempuan suami ku beserta suaminya. Bapak suami ku seorang mantan Kades. walaupun cuma Kades, namun disana beliau sangat dihormati. Mbah Marno, begitu orang menyebutnya. Usianya sudah 64 tahun, sejak istrinya meninggal beliau hanya tinggal bersama si Dewi. "Mbak Maya, kangen lama gak ketemu", sapa Dewi pada ku sambil memeluk ku. "Bener juga wi, lama gak pulang, kang mas mu sibuk terus", jawab ku. "Bagas sudah besar ya, kelas berapa?", "Kelas 5 tante", jawab anak ku. "Anak mu mana wi?", tanya ku. "Sedang bobok Mbak didalam". "Suami mu mana wi?", tanya suami ku. "Sedang di sawah mas, tadi ngirim kopi buat yang garap sawah, ayo masuk dulu terus makan", tambah Dewi. Nardi, Suami Dewi bekerja di Puskesmas desa, menjadi pekerja kesehatan. Dewi punya anak perempuan, Dian namanya. Baru berusia 10 bulan. Kami berkumpul bersama keluarga suami ku. Senang rasanya setelah lama tidak ketemu. Sore semakin ramai karena banyak saudara yang datang karena lama tidak bertemu dengan suami ku. Hilir mudik sanak saudara datang sampai malam. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku mengantar Tony tidur lalu berjalan menuju kamar ku. Ketika aku melewati kamar Dewi terdengar suara orang berbicara. Kebetulan pintu agak sedikit terbuka jadi terlihat ada orang didalam. Ternyata Nardi sedang berhubungan intim dengan Dewi. "Masss pelan-pelan nanti ada yang dengar", bisik Dewi. "Udah pada tidur", jawab Nardi singkat sambil men-doggy Dewi. Namun yang membuat ku kaget, Dewi disodok dari belakang sambil tetap menyusui anak bayinya. Sehingga susu Dewi terlihat bergoyang-goyang, sesekali air susu Dewi muncrat keluar. Melihat pemandangan itu membuat ku jadi panas dingin. "Ahhhh masss, enaaakkk", desah Dewi. "Goyang terus dik, mas mau keluarrr", "Aakuuhhhh kellluuaaarrrr masssss", Dewi mencapai orgasmenya. Tangan Nardi meremas kuat-kuat payudara Dewi yang bulat penuh sehingga air susunya muncrat tidak karuan. "Crooootttt croooootttt crooooootttttt", pejuh Nardi membanjiri rahim Dewi. "Puass dikk", kata Nardi. Ketika dicabut dari rahim Dewi terlihat penis Nardi begitu mengkilap dan tetap tegak berdiri. Tidak terlalu panjang , namun cukup besar. Penis Nardi kemudian dikulum oleh Dewi penuh nikmat. Aku cepat-cepat meninggalkan tempat itu lalu menuju kamar ku. Setibanya di kamar aku tak berani bercerita dengan suami ku. Sebenernya aku bener-bener pengen namun suami ku sudah tertidur karena kecapekan. Sudah kucoba untuk memejamkan mata, namun tetap tak bisa tidur. Terbayang terus oleh ku penis gemuk punya Nardi. Kemudian aku keluar kamar menuju kamar mandi. Ketika melintas didepan kamar Dewi suasana begitu sepi hanya terlihat si kecil sedang tidur. Aku melanjutkan langkah ku menuju kamar mandi. Betapa terkejutnya aku ternyata di dapur Dewi setengah telanjang sedang jongkok sambil mengoral penis Nardi. Nampak wajah Nardi begitu menikmati servis mulut Dewi. Sesekali Nardi menghentakkan pinggulnya sehingga penis nya masuk lebih dalam ke tenggorokan Dewi. Aku semakin ingin ngentot. Kemudian Nardi membaringkan Dewi diatas meja makan. Kaki Dewi dibuka lebar-lebar, kemudian tanpa ragu Nardi mengoral lubang peranakan Dewi. Nardi begitu ganas menjilati vagina Dewi. Dewi menggeliat tidak karuan karena geli. Belum selesai sampai disitu, sambil berdiri Nardi langsung menusukkan penisnya ke vagina Dewi. "Uuhhhhh uuhhh uuhhh aaahhhh", suara desahan Dewi. "Terus dik, jepit kontol ku", kata Nardi. "Sogok tempik ku yang dalam mas", "Aahg enak dikkk tempik mu". Setelah beberapa saat menggenjot Dewi, Nardi duduk di kursi makan dan Dewi duduk dipangkuan menghadap ke arah suaminya. Dewi begitu liar menggenjot Nardi. Payudara Dewi bergoyang naik turun, tangan Dewi mengarahkan payudaranya agar disedot oleh suaminya. "Kenyotin masss", perintah Dewi. "Ssrrruuuppptt ssrruuupptt ssruuuuppt", suara Nardi menyusu pada istrinya. Vagina ku sendiri sudah becek, karena sedari tadi sudah ku kocok dengan tangan ku. "Akuhhhh keluaaarrrr", desah Dewi. "Akuuu jugaa mau keluaaarrr dikk", "Croooott crooooot croooooootttt crooooottt", pejuh Nardi dan Dewi bercampur dalam rahim Dewi. Rasanya badan ku begitu lemas setelah masturbasi dan orgasme berkali-kali. Aku bergegas menuju kamar ku untuk tidur. Pagi menjelang, aku membantu Dewi menyiapkan sarapan. Setelah sarapan semua melanjutkan aktifitas. Nardi pergi bekerja, suami ku dan Tony pergi memancing di sungai. Aku dirumah bersama Dewi dan Bapak. Seharian penuh aku mengobrol bersama Bapak, Dewi sibuk mengurus si kecil. Aku tau Bapak mertua ku memang menyukai barang antik dan benda-benda kuno. Dari jam dinding, uang koin, batu akik, dan juga keris. Pernah aku bertanya dengan suami ku namun dia hanya santai saja, katanya Bapak memang suka koleksi benda-benda antik. Selain itu katanya buat kewibawaan dan pengasihan. "Bapak mau minum kopi?", tanya ku. "Iya boleh, jangan pakai gula", jawabnya singkat sambil sedari tadi menggosok koleksi koin-koin antiknya. Aku bergegas ke dapur untuk membuat kopi. Kami mengobrol kesana kemari. Bapak juga bercerita tentang sejarah benda-benda koleksinya. Aku yang semula malas, jadi antusias karena Bapak begitu menggebu-gebu bercerita. "Mbak nanti sore aku mau pergi ke rumah Mas Nardi, ibu sakit", kata Dewi. "Iya wi gak apa-apa, Bapak aku yang ngurus, kangmas mu betah ya kalo sudah mancing", "Emang gitu mbak, dia suka mancing", "Tony juga ketularan hobinya", jawab ku lagi. Sore itu Nardi, Dewi beserta anaknya pergi ke rumah orang tua Nardi. Tidak jauh hanya beda kecamatan. Suami ku dan Tony belum pulang padahal hari sudah mulai gelap, mendung pula. Aku coba untuk menelpon suami ku. "Halo, mas pulang, inget waktu", bentak ku. "Iya mah, ini udah hujan, aku mampir ke rumah Lik Mono", jawab suami ku. "Tuh kan, tadi gak mau bawa jas ujan", "Nanti kalo reda langsung pulang". Hati ku masih agak marah, karena seharian ditinggal suami dan anak ku. Aku menuju ruang tengah untuk menonton tv. Tiba-tiba hujan turun sangat deras. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 18.30. "Diky belum pulang May?", tanya Bapak. "Belum Pak, mampir di rumah Lik Mono", "Ooh yasudah, ndak apa, biar diurusi Mono", jawab Bapak. Tiba-tiba badan ku terasa panas-dingin. Apa mungkin gara-gara hujan, pikir ku. Aku mencoba bangkit dari kursi namun berat sekali. Rasanya tidak karuan, dari ujung kaki sampai kepala. "Kenapa nduk", tanya Bapak. "Badan Maya lemes Pak, gak enak", "Lemes kenapa, semalam saja kamu kuat keluar berkali-kali", kata Bapak. "Maksud Bapak?", jawab ku kaget. "Kamu semalam liat Nardi main sama Dewi kan?", "Enggak Pak", jawab ku takut. "Udah tenang saja, Bapak sudah tau". Tiba-tiba bapak mengeluarkan dua buah cincin lengkap dengan batu akik. Bentuknya cukup aneh, yang satu berwarna hitam seperti kopi, ditengahnya ada lubangnya. Sedangkan yang satu lagi berwarna cokelat berlapis-lapis. Lebih anehnya lagi batu cincin itu memiliki dua buah puncak. Jadi bentuknya mirip payudara wanita. Badan ku makin tidak karuan, saat Bapak meniup batu cincin yang berlubang itu. Rasanya seperti dialiri listrik, menjalar ke seluruh tubuh. "Yen ora bisa nyancang atine, nyancango dalane si jabang bayi", kata bapak sambil meniup lagi lubang batu itu. "Aahhhh pakkkk sudaaaaahhhhh", rasanya ada yang mau keluar dari vagina ku. "Nikmati saja nduk, nanti kamu suka", jawab bapak. Aku mencoba bangkit dari kursi namun tak bisa. Seolah-olah raga ku terikat di kursi itu. Kemudian Bapak mengosok-gosok batu yang berbentuk seperti payudara itu. Digosoknya dengan perlahan namun terus-menerus. "Aduuhhh paaakkk susuuuuu kuuuuhhhh", payudara ku serasa ada yang meremas-remas. "Enak kan nduk, coba tadi kamu buka baju pasti lebih enak", jawab bapak sambil menggosok batu itu lagi. "Sudah pakkkk, suddaaaaaahhhhhhh", "Kalo begini gimana?", jawab bapak lagi sambil meniup lubang cincin yang satu. "Aaaaaarrrrggghhhhhhhhh keluaaarrrrr", aku orgasme tanpa tau apa sebabnya. Sungguh kombinasi yang sempurna, vagina ku serasa diobok-obok dan payudara ku seperti di remas-remas. "Lagi ya nduk, ini belum seberapa", "Sudah pakkk, Maya lemesss", aku memelas. Kali ini kedua buah batu itu disejajarkan lalu dijilati oleh bapak. "Aaaaaarrrrrggghhhh aaaaaaaahhhhhhhh paaakkkkkkkk sudaaaahhhh", rasanya vagina dan payudara ku seperti digarap secara bersamaan. Puting susu ku serasa disedot-sedot sedangkan vagina ku seperti dijilati. "Maayyyaaaaaaaaa keluaaaarrrrrr lagihhhhhhh pakkkkkhhhhgg", aku orgasme lagi. Celana ku sudah becek tidak karuan. "Sekarang ikut ke kamar Bapak", perintahnya. Aku tak bisa menjawab, namun anehnya badan ku mengikuti perintah bapak. Didalam kamar sudah ada banyak sesaji lengkap dengan dupa dan air kembang. "Sekarang buka semua pakaian mu", Aku pun melepas semua pakaian ku. Bapak juga melepas pakaiannya. Hanya meninggalkan celana pendeknya. Aku disuruh tiduran di ranjang, sedangkan bapak berdiri disamping. "Susu mu besar juga nduk, pentil mu sudah ngaceng itu", kata bapak. Bapak membaca mantra-mantra lagi lalu menggosok dan meniup batu cincinnya. "Aduuuhhhhh paaaaaakkkkk sudahhhhhhh", aku menggeliat-geliat tidak karuan. Terlihat puting susu ku seperti ditarik-tarik, kadang seperti dipelintir. Sedangkan liang peranakan ku berkecipak seperti diobok-obok. Aku orgasme berkali-kali namun bapak tak kunjung puas. "Nduk buka celana bapak". Aku pun menurutinya, kemudian terkulailah sebuah penis yang besar. Ujung penis itu merah dan sungguh berotot. "Cuci dengan air kembang itu". Ku turuti perintah bapak, ku ambil air kembang itu dan ku basuh pada penis bapak yang mulai mengeras. "Hisap nduk, sedot", perintahnya lagi. Penis itu ku masukan dalam mulut, besar sehingga membuatku susah untuk meng-oralnya. "Enaaakk nduuukkk, sedot lagi", kata bapak. Setelah itu bapak tidur terlentang diranjang lalu aku diminta naik keatasnya. Penis bapak menghujam ke vagina ku, namun sulit untuk masuk. Walaupun aku pernah melahirkan, liang kewanitaan ku tetap ku rawat. "Aaaahhhh paakkk sakitttt", "Tahan sebentar", bapak mendorong pinggulnya. "Aaaaahhhhhhhh", masuklah penis besar itu. "Genjot nduk", "Aahhhh aaahhhhh ahhhhhh", aku menggoyangkan pinggulku. Bapak begitu menikmati servis ku. Aku makin ganas menggenjot bapak. Aku lupa diri, hubungan tidak lazim ini telah ku lakukan, antara mertua dan menantu. Sekarang bapak mendorong ku, memposisikan ku menungging. "Pelan paaakkk, gak muaaat", kata ku. "Apa yang gak muat?", "Vagina ku paaaakkkk, besarrrrr", "Apa yang besar", bentak bapak lagi. "Kontollll paakkkkk", jawab ku. Bapak terus menggenjot ku sambil tak henti-hentinya meremasi payudara ku. Sesekali ia, mengenyot puting susu ku dengan ganas. "Paaaakkkk Mayaaa keluaaarrrr", aku orgasme lagi. "Crooooot croootttt croooott", pejuh bapak memenuhi vagina ku. "Nduk terimaa benihhh kuuu", desah bapak. Aku terkulai dalam pelukan bapak. Bapak membelai-belai rambut ku. Kami tiduran diranjang karena lelah. "Kamu puas nduk?", tanya bapak. "Puass pak, capek", jawab ku. "Kamu ternyata binal juga", kata bapak sambil meremasi buah dada ku. "Bapak juga perkasa". Bapak lalu bangkit dan membuka almari tua nya. Dia mengambil sebuah kotak kayu, kemudian mengambil isinya. Bapak memberiku sebuah benda kuno, berbentuk seperti bunga Kantil. Terbuat dari emas tua. "Ini buat kamu nduk, buat pengasihan, kamu bisa meluluhkan hati lawan mu, baik pria maupun wanita", kata bapak. "Iya pak", aku mengangguk. "Suami mu juga sudah bapak kasih, buat jaga diri dan wibawa", tambah bapak lagi. Bapak mengambil lagi sebuah batu kecil berwarna merah darah. Dia menyuruh ku duduk mengangkang lalu menempelkan batu itu dibibir vagina ku. Batu itu bergerak masuk kedalam. "Lhooh pakk masukk sendiri", aku panik. "Ini aku titip khusus buat cucu ku Tony, biar dia yang ngambil, caranya seperti tadi, kamu ingat kan?", kata bapak. Aku hanya melongo kaget dan tak bisa menjawab. "Apa pak, Tony?".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar