Selasa, 20 Oktober 2015

teman lama

permisi suhu..ijinkan nubi share salah satu cerita kesukaan nubi. semoga suhu berkenan setidaknya nubi tidak kena atau monggo,cek dis wan aut. Namaku Chandra, seorang mahasiswa semester 3 di salah satu PTS terkenal di kotaku. Awalnya aku adalah seorang mahasiswa biasa-biasa saja, sampai kehadiran seorang cewek yang telah merubah hidupku. Dan ini adalah ceritaku. Aku adalah seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja. Kenapa aku bilang biasa-biasa saja karena tidak ada yang spesial dengan diriku. Aku adalah seorang online-gamer yang sering menghabiskan waktu di depan komputer. Namun meski aku sorang maniak game, prestasi akademikku juga tidak terlalu mengecewakan. Aku memiliki tampang dan postur yang sebenarnya cukup mudah untuk memikat cewek (menurutku sih). Aku pernah beberapa kali berpacaran. Namun semua berjalan biasa-biasa saja. Selama aku berpacaran, aku tak pernah menyentuh yang namanya seks. Semuanya merupakan hubungan cinta monyet yang biasa-biasa saja. Aku terlahir dari keluarga yang baik-baik, dan setiap kenakalan yang aku perbuat merupakan kenakalan remaja biasa. Aku tidak pernah berbuat hal bodoh, karena aku ingin masa depan yang cerah dan tidak mengecewakan orang tuaku. Aku menikmati keindahan wanita hanya sebatas pada imajinasi saja, tentu imajinasi tersebut aku tuangkan pada aktifitas seksual yang lazim dilakukan, onani. Namun pada saat ini, aku sedang menjomblo. Bukan karena aku tak laku, tapi karena ini adalah pilihan hidupku sebelum nantinya aku mencari yang lebih serius untuk masa depan anak-anakku. Semua berawal pada saat libur semester. Aku beserta 3 temanku baru saja mengontrak rumah untuk kami jadikan sebagai tempat tinggal sementara di tanah perantauan ini. Namun saat itu aku sedang sendirian di kontrakan baru ini. 3 temanku berasal dari luar pulau, jelas waktu liburan yang panjang ini mereka gunakan untuk pulang ke kampung mereka masing-masing. Sedangkan aku bisa saja pulang kampung seminggu sekali, karena rumahku yang tak terlalu jauh. Namun liburan ini aku putuskan untuk tetap di kontrakan. Selain menjaga kontrakan agar tidak kosong, aku juga memanfaatkan koneksi internet kontrakan yang bisa aku pakai sendiri tanpa berbagi dengan temanku yang lain. Pada saat aku sedang menikmati kesendirian sambil bermain game online kesukaanku, hapeku berbunyi. Namun tak kuhiraukan hapeku tersebut, karena aku sedang dalam permainan game online yang jelas tidak dapat di-pause. Sampai 3 jam kemudian, setelah aku lelah bermain, aku baru ingat kalau hapeku sempat berbunyi. "Chandra ya?" Isi SMS yang kuterima waktu. Nama pengirimnya sudah tidak asing lagi, tapi nama tersebut adalah nama kontak yang tak pernah kuduga menghubungiku. NAYA. Sudah pasti itu adalah Naya teman SMA ku dulu. Meskipun kita satu SMA, sebenarnya aku tidak benar-benar akrab dengannya. Aku tidak pernah satu kelas dengannya sehingga tidak ada alasan untuk kami saling berkomunikasi. Namun ada sebuah kejadian yang membuat aku dan dia akhirnya melakukan komunikasi. SMS dari Naya itu pun adalah satu hal yang tak terduga. Jika tiba-tiba dia menghubungiku, maka ada satu hal penting yang ingin dia sampaikan. "iya ini chandra, ini siapa ya?" balasan SMS yag kukirim ke dia. Aku sengaja pura-pura tidak tahu siapa pengirim SMS itu. Hal tersebut agar tidak terlihat kalau aku masih menyimpan nomornya selama ini, padahal kita tidak pernah berkomunikasi dengannya via telepon. Nomornya pun aku dapat dari buku tahunan kelulusan SMA kami. Aku sengaja menyimpan setiap nomor teman sekolahku, karena aku berpikir mungkin saja akan menghubungi mereka kelak ketika aku membutuhkannya. Waktu sudah beranjak malam. Naya tak kunjung membalas balik SMSku. Hingga akhirnya jam sudah menunjukkan pukul 01.00 aku sudah mulai hendak tidur, tiba-tiba handphoneku berdering. Kulihat layar handphoneku bertuliskan nama Naya, namun kali ini bukan SMS, dia telepon! Kuangkat panggilan tersebut... "Hallo? Chan?" suaranya lembut sekali. "Hallo? Iya ini chandra, ini siapa ya?" jawabku. "Ini Naya chan... masih inget kan?" "Naya? Oiya iya aku inget..." "Kamu udah tidur chan? Sorry ya kalau aku ganggu malem-malem..." "Belum kok nay, aku belum tidur.... Ada apa nay?" "Hmmm... Kata Tia kamu kuliah di **** ya?" "Iya nay. Kenapa?" "Jadi gini, minggu depan rencana aku mau daftar kuliah lagi di ****. Jadi aku mau minta tolong sama kamu..." "Lho emang kenapa kok mau daftar kuliah lagi nay?" tanyaku. "Aku ngerasa salah jurusan chan, hehe... Gak betah juga kuliah disini..." "Oooh... Hmmmm... Jadi apa yang bisa aku bantu nay?" "Minggu depan kan aku kesitu, trus rencana mau nginep. Boleh minta tolong cariin homestay atau penginapan yang deket situ gak? Yang murah aja tapi... hehe" "Oh, bisa-bisa... Buat berapa orang nay?" tanyaku. "Satu aja sih..." katanya singkat. "Lho? Kamu sendirian?" tanyaku tidak percaya. "Iya chan..." jawabnya. "hmmm... tapi kalau kamu mau, kamu bisa kok tidur ditempatku... gratis... hehe" "Gak enak lah chan... masa cewek nginep di kosan cowok..." "Aku gak ngekos kok nay. Aku sama temen-temenku ngontrak rumah, tapi lagi pada mudik... jadi di rumah cuma ada aku..." "Hmmmm.... " Naya terlihat mempertimbangkan sesuatu. "Terserah kamu sih nay... Kalu masih mau nginep di penginapan ya ntar aku cariin..." Kataku menyela kebimbangannya. "Okedeh aku nginep tempatmu aja... tapi nggak ngrepotin kan chan?" "Gak kok nay..." "Satu lagi chan... Minggu depan kamu mau jemput aku di stasiun gak? hehe..." pintanya. "Gampanglah itu... ntar kabarin aja kalau mau kesini..." "Oke chan... makasih banget ya... sekali lagi sorry ya kalau aku ganggu malem-malem... Yaudah... met malem chandra...." "Gak papa kok nay.... malem juga...." Begitulah percakapanku dengannya malam itu. Aku tidak dapat membayangkan jika akan ada cewek secantik Naya bakal menginap ditempatku. Pada saat SMA Naya terkenal sebagai dirigen paduan suara setiap kali upacara bendera. Tak hanya cantik, dia juga terkenal cukup pintar dikelasnya. Setidaknya itu yang kudengar dari temanku, karena aku tidak pernah satu kelas dengannya. Setiap orang di sekolahku pasti mengenalnya, bahkan beberapa cowok mulai mengaguminya. Aku juga salah satu yang mengaguminya sejak pertama kali melihatnya di sekolah. Namun aku hanya bisa mengaguminya dari jauh, karena mungkin Naya tidak benar-benar mengenalku waktu itu. Dia baru mengenalku setelah sebuah kejadian yang tak terduga. Suatu hari saat kami kelas XI, Naya pernah mengalami kecelakaan. Setiap hari dia memang berangkat-pulang selalu mengendarai motornya sendiri. Saat itu, motornya tersenggol sebuah mobil hingga dia terjatuh. Kebetulan pada saat itu aku mengendari motor bersama temanku, berjalan di belakangnya. Melihat dia terjatuh, langsung saja aku menolongnya. Naya terluka cukup parah, setidaknya darah terlihat membasahi lengan dan kakinya. Aku yang lebih dulu berinisiatif menolongnya, membopongnya hingga ke tepi jalan. Sedangkan Naya hanya menangis merintih kesakitan. Dengan dibantu warga, ada yang bersedia menyediakan mobil untuk membawanya ke rumah sakit. Dan akhirnya aku pun menemani dia ke rumah sakit, menunggunya, hingga orang tuanya datang menjemputnya. Dari kejadian tersebutlah Naya menjadi mengenalku. Meskipun setelah itu kami tetap jarang bermain bersama, setidaknya dia selalu menyapaku lebih dulu setiap kali kami berpapasan. ***** Seminggu kemudian.... Jam menunjukkan pukul 9 malam. Sudah hampir sejam aku duduk gelisah di ruang tunggu stasiun. Nampaknya kereta yang Naya tumpangi mengalami keterlambatan. Setiap kereta yang berhenti, aku selalu berharap Naya merupakan salah satu dari penumpang yang turun dari kereta tersebut. Sampai akhirnya kereta keempat yang berhenti waktu itu, banyak sekali penumpang yang turun. Namun mataku langsung tertuju pada sesosok wanita muda diantara penumpang lainnya. Meskipun dari jauh, aku dapat memastikan jika itu adalah Naya. Segera kulambaikan tangan padanya, dan dia pun merespon dengan lambaian juga. Aku menghampirinya, dia juga berjalan kearahku. Semakin dekat aku dengannya, semakin jelas kecantikan yang ada padanya. Aku sadar dia kini bukan Naya yang sama dengan masa SMA dulu, kini dia bisa berdandan dan tahu bagaimana cara memikat hati lelaki. Namun poin penting yang membuatnya lebih cantik adalah karena dia kini mengenakan hijab. Dia terlihat begitu anggun sekali dengan hijab tersebut. Meski berhijab, dandanannya tetaplah modis. Dengan baju lengan panjang yang warnanya sepadan dengan hijabnya, serta celana jeans yang cukup ketat memperlihatkan bentuk kaki jenjang miliknya. Semakin aku mendekat padanya, semakin jelas pula kecantikan wajahnya. Terdapat raut muka kelelahan di wajahnya, namun tetap tidak dapat menyembunyikan kecantikan alami yang ada padanya, bahkan tanpa makeup sekalipun. "Hai chan.." sapanya dengan senyumnya yang sangat manis. "Hai nay..." balasku sambil menyodorkan tangan untuk berjabat tangan. Namun tak kusangka, dia tidak hanya menjabat tanganku. Dia menyodorkan pipinya untuk melakukan cipika-cipiki. Aku agak kaget karena tidak menyangka dia akan melakukan hal tersebut. Saat melakukan cipika-cipiki, aku dapat merasakan halusnya kulit pipinya tersebut serta dapat mencium aroma wangi dari tubuhnya. Cipika-cipiki tersebut membuat aku gugup dan sampai-sampai aku bingung mau ngomong apa ke dia. Aku hanya menatap matanya sampai Naya melambai-lambaikan tangannya di depan mukaku, menyadarkanku dari lamunan. "Eh, sini tasnya aku bawain" kataku yang gugup setelah terbangun dari lamunan. "Gausah chan, ini gak berat kok" katanya. "Tapi kan kamu pasti capek..." Naya hanya tersenyum dan memberikan tas ranselnya padaku, sedangkan dia masih menenteng plastik. "Yuk ah, keburu kemaleman.. ntar kena begal lho... hehe" ajakku. "Kan ada kamu... ngapain takut begal.. hehe" jawabnya. "Hahahaha..." kita pun tertawa bersama. Ternyata Naya orangnya mudah untuk berkomunikasi. Baru sebentar ketemu, kami sudah akrab satu sama lain. "Sorry ya nay, jemputannya cuma roda dua..." "Gapapa lah chan... yang penting ada rodanya.... haha" jawabnya. Singkat cerita, kami sudah sampai di kontrakanku. Segera aku menunjukkan isi rumah tersebut. "Ini kamarku... nanti kamu tidur disini aja..." kataku sambil membuka pintu kamarku. "Trus kamu? Tidur disini juga?" tanyanya. "Ya nggak lah... kan masih ada 3 kamar kosong... ntar aku tidur di kamar temenku aja..." jawabku. Naya pun segera masuk dan melihat-lihat kamarku. "Yaudah ya nay.... monggo kalau mau istirahat dulu...." aku segera meninggalkannya. "Makasih ya chan... Aku meninggalkan kamarku yang ditutupnya. Lantas aku menunggu di ruang tengah sambil menyalakan TV setelah sebelumnya aku sempatkan membuatkan teh hangat untuknya. Setengah jam kemudian, Naya keluar dari kamarku. Namun penampilannya sungguh mengejutkanku. Naya tampak berbeda dengan Naya yang dulu ku kenal, bahkan berbeda dengan dengan Naya yang kujemput di stasiun beberapa saat lalu. Aku yang waktu itu hendak menyeruput tehku, sampai-sampai diam tak bergerak dan tatapanku terfokus menatap tubuhnya. "Chan?" tegur Naya yang menaydarkanku dari lamunan. Aku langsung tersadar dan menyadari Naya sudah duduk di sofa yang sama denganku, hanya saja dia menjaga jarak. "Kamu kenapa? Kok ngeliatnya sampe kayak gitu? Ada yang salah ya?" tanya Naya heran. "Hmmmm... ga..gaaapapa kok nay. Aku kaget aja, kok ada yang beda... hehe" jawabku. "Beda? Apanya yang beda chan?" "Itumu nay. Tadi ketutup rapat, kok sekarang kebuka-buka gitu... hehe" kataku sambil menunjuk pakaian yang dia kenakan. Perlu diketahui, Naya waktu itu hanya memakai tanktop dan hotpant. Bahkan tanktopnya memiliki belahan dada yang cukup rendah, sehingga aku dapat melihat sedikit dua buah gundukan yang menonjol di belahan tanktop tersebut. Sedangkan hotpantnya kelewat mini, malah lebih mirip sebuah celana dalam karena saking kecilnya ukuran celana tersebut. Melihat penampilan Naya tersebut, otomatis 'adek kecilku' ikut bereaksi. "Oh.... kirain apa.... aku emang gini kalo dirumah chan... Emang kamu ga pernah liat cewek pake kayak gini ya?" "Aku ga pernah serumah sama cewek sih, jadi ga pernah liat cewek pake pakaian rumahan... hehe" candaku. "Masa sih kamu ga pernah liat cewek pake kayak gini?" tanyanya. "Pernah sih... tapi tetep gak nyangka aja kamu yang pake..." Selama aku mengobrol dengannya, keperhatikan tubuhnya. Mataku mengidentifikasi hanya ada 2 buah tali kecil dari tanktopnya yang melingkar di bahunya. Sedangkan aku tidak melihat adanya tali bra di bahunya tersebut. Apakah dia tidak memakai bra? "Emang kenapa kalo aku yang make?" tanya Naya. "Gapapa sih... gak pernah kebayang aja... biasanya aku liat kamu pake baju yang sopan... hehe" "Daripada gak pake apa-apa chan..." jawabnya sambil tertawa. "Maksudnya?" tanyaku yang cukup terkejut dengan jawabannya. Namun Naya tidak sempat menjawab pertanyaanku, karena handphone yang sedari tadi ada di genggamannya tiba-tiba berbunyi. Dia lantas menjawab panggilan tersebut. Dari percakapan Naya, sepertinya itu merupakan telepon dari orang tuanya yang mungkin menanyakan apakah dia sudah sampai atau belum. Pada saat dia mengangkat handphone dan mendekatkannya ke telinga, aku yang duduk di sebelah kanannya dapat melihat ketiaknya yang juga putih mulus tanpa bulu. Dari celah tersebut aku juga dapat melihat sedikit kulit bukit kembarnya dari samping. Melihat pemandangan tersebut, aku langsung membayangkan jika aku dapat memeluknya dari belakang dan kedua tanganku menyusup masuk ke dalam tanktopnya melalui celah dibawah ketiaknya tersebut untuk meremas payudaranya. Sekali lagi, membayangkan hal tersebut membuat adek kecilku menjadi tegang maksimal. Tatapanku juga menyusuri bagian depan bukit kembarnya tersebut. Yang kucari adalah sebuah tonjolan kecil di tanktopnya, apalagi kalau bukan puting Naya. Karena jika memang dia tidak memakai bra, maka seharusnya aku dapat melihat tonjolan kecil itu tercetak di tanktopnya. Namun mungkin karena tanktop yag dipakai Naya sedikit longgar, ada tidak dapat menemukan tonjolan tersebut. Naya yang dari tadi kutatap tubuhnya sepertinya tersadar akan tatapan nafsu mataku. Sambil berbicara di handphonenya, dia sempat melirik ke arahku. Namun dia tetap melanjutkan percakapan di teleponnya tersebut, bahkan dia sambil mengangkat kaki kanannya ke sofa sehingga pahanya kini benar-benar terlihat. Tentu saja hal tersebut tak luput dari radar tatapanku. Mataku tertuju pada celana mungil di pangkal pahanya tersebut. Aku menerka-nerka apakah Naya memakai celana dalam atau tidak. "Mamah nitip salam buat kamu chan.." katanya yang sekali lagi mengejutkanku dari tatapan nafsuku. "Eh iya.. waalaikumsalam.." Aku pun menawarkannya teh hangat yang tadi aku buat. Sambil mengobrol tentang diri kita masing-masing. "Kamar mandinya dimana ya chan?" tanyanya di ujung obrolan kami. "Di belakang situ nay, samping dapur.." Naya beranjak dari duduknya. Pada saat dia berdiri, dia sedikit membetulkan ujung celananya yang semakin ketarik ke atas. Pada saat Naya membetulkan celananya tersebut, aku tidak melihat adanya garis celana dalam dibalik celana mungilnya tersebut. Dari sini dapat kuasumsikan kalau dia tidak memakai celana dalam atau tetap memakainya hanya saja celana dalam tersebut bermodel g-string. Naya segera pergi menuju kamar mandi. Kesempatan ini kugunakan untuk membetulkan posisi adek kecilku yang dari tadi tegang sempurna agar tidak tersiksa di dalam celanaku. "Chan... kamar mandinya gak ada lampunya ya?" tanyanya. "Ada kok nay, cuma bohlamnya lagi mati... belum sempet kuganti..." "Yah... gelap dong..." sungutnya. "Kalo mau terang ya gausah ditutup pintu kamar mandinya.. biar dapet cahaya dari dapur..." "Hmmmm.... yaudah deh chan.. kamu jangan ke dapur dulu ya... gak kututup pintunya.." "Oke..." jawabku. Otomatis imajinasiku langsung bekerja. Aku langsung membayangkan apa yang dilakukan Naya didalam kamar mandi. Apa lagi setelah kudengar suara kucuran air kencingnya yang terdengar deras sekali saat menghujam kloset jongkok yang ada di kamar mandiku. Aku membayangkan bagaimana bentuk vagina Naya yang sedang mengeluarkan air kencing tersebut. Sambil membayangkannya, sempat kukeluarkan penisku untuk sekedar memberi elusan kecil. Namun langsung kumasukkan lagi penisku setelah mendengar suara guyuran air dari kamar mandi pertanda aktifitas kencingnya sudah selesai. Aku langsung bersikap biasa saja saat dia kembali ke ruang tengah dan kembali duduk disampingku. "Jam berapa sih sekarang chan?" tanyanya. "Setengah sebelas lewat" jawabku setelah melihat jam dinding yang berada di depanku, mungkin saja dia tidak menyadari keberadaan jam tersebut. "Kamu belum ngantuk chan?" "Belum sih... Kamu kalo mau istirahat, tidur aja.." jawabku. "Iya nih.. capek... eh besok kalo aku kesiangan tolong dibangunin ya... soalnya jadwal tesnya jam 8..." "Oke... ntar aku bangunin kok..." "Yaudah ya... aku bobo' dulu.... makasih tehnya..." Naya bangkit dan masuk ke kamarku. Setelah Naya masuk ke kamarku, aku masih saja terbayang oleh keindahan tubuh Naya. Bahkan dari tadi penisku masih saja dalam kondisi tegak sempurna. Setelah menunggu beberapa saat, dan memastikan kalau Naya sudah tidur, aku kembali mengeluarkan penisku. Langsung kukocok kebanggaanku tersebut yang dari tersiksa didalam celana. Tak butuh waktu lama untuk menyudahi aktifitas tersebut. Segera kukeluarkan cairan putih kental milikku dan kutampung di gelas teh bekas Naya. Ternyata setelah setahun tidak melihatnya, Naya sudah banyak berubah. Kini dia tampil lebih cantik, dan entah kenapa membuat darahku berdesir setiap menatap bentuk tubuhnya. Melihatnya berpakaian lengkap saja membuat imajinasiku kemana-mana, apalagi ditambah sekarang dia berani berpakaian yang mengumbar auratnya. Sejak awal bertemu saja sudah membuat aku jatuh cinta, dan sekarang dia menginap di rumah kontrakanku beberapa hari kedepan, tentunya ada banyak kesempatan untuk menggali banyak hal tentang dirinya. Bersambung... Keesokan harinya... Jam sudah menunjukkan pukul 7. Tapi Naya tak kunjung keluar dari kamar. Segera kubangunkan dia seperti janjiku semalam. "Nay... nay... bangun nay... udah siang..." teriakku sambil mengetuk pintu kamarku. "Nay....?" Tak ada balasan dari dalam kamar. Aku mencoba membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Sambil memanggil namanya perlahan aku masuk ke kamar yang notabene adalah kamarku sendiri. Saat kepalaku sudah masuk ke dalam lewat celah pintu, apa yang kulihat adalah hal yang sangat diluar dugaanku! Di atas kasur yang aku taruh langsung diatas lantai Naya terlihat terlihat masih tertidur dengan posisi miring menghadap tembok atau membelakangiku. Selimutku menutupi tubuhnya dari ujung kaki sampai ke pinggang. Namun yang membuatku terkejut adalah aku dapat melihat punggungnya tidak tertutup apa-apa yang dapat diartikan dia tidak memakai baju bagian atas! Meskipun aku hanya melihat punggungnya tanpa melihat tubuh bangian depannya, penisku tetap bereaksi. Lagi-lagi Naya berhasil membuatku tersiksa. Aku bertanya-tanya, apakah dia masih memakai baju bagian bawahnya atau tidak karena masih tertutup selimut. Sampai aku melihat tanktop dan celana yang dia pakai semalam tergeletak di samping kasur. Itu berarti Naya tidak memakai apa-apa alias telanjang bulat! Entah apa alasannya dia tidur telanjang. Apakah itu kebiasaanya? Tapi dia kenapa berani untuk melakukannya di kamarku? Apakah dia memang sengaja untuk menggodaku? Naya yang kukenal tidaklah se-bitchy itu! Tiba-tiba Naya bergerak. Dia memutar tubuhnya! Kini dia terlentang dan selimutnya hanya menutupinya sampai ke perutnya saja. Akhirnya apa yang selama ini ada di imajinasiku kini dapat terlihat langsung! Apalagi kalau bukan dua buah gunung kembar miliknya, yang sedikit berguncang dengan indahnya saat dia memutar tubuhnya. Terlihat kulit payudaranya berwarna putih sekali. Dan kedua puncaknya terdapat puting yang mungil sekali. Mungkin itu kenapa putingnya tidak dapat terlihat dari luar bajunya. Tubuh Naya masih bergerak-gerak, tapi matanya masih terpejam. Kini dia merentangkan kedua tangannya yang membuat payudaranya tertarik keatas. Sungguh pemandangan yang sangat sayang untuk dilewatkan. Selanjutnya kedua tangannya mulai mengucek-ngucek matanya. Tiba-tiba matanya mulai terbuka dan terlihat masih beradaptasi dengan terangnya suasana. Aku mulai panik, karena Naya akan memergokiku masuk tanpa ijin ke kamar dan melihat tubuh polosnya tersebut. Aku sempat berpikir untuk langsung menutup pintu dan pergi dari situ, namun sudah terlambat. "Chan?" katanya sambil masih mencoba untuk membuka mata. Aku panik dan gugup. Aku sampai bingung harus berbicara apa. "Eee... anu...nay... aku... aku....cuma mau bangunin kamu....." kataku sambil terbata-bata. "Jam berapa sekarang chan?" tanyanya polos. Sepertinya dia belum menyadari kalau payudaranya terbuka. "Eee... anu..ss.setengah delapan.." "Kenapa kamu ngomongnya gugup gitu?" tanyanya. "Ee... anu.." Aku belum sempat memberi tahunya mengenai payudaranya yang terekspos, namun dia menyadarinya dengan sendirinya. "Oops!" katanya ketika menyadari bagian tubuhnya yang seharusnya tertutup itu terlihat olehku. Dia pun langsung menarik selimut untuk menutupinya. Namun yang kulihat dari ekspresi wajahnya dia malah tersenyum meski tetap dengan raut muka yang terkejut. "Sss... sorry Nay... aku cuma mau bangunin kamu tadi..." kataku. "Em... sebaiknya aku keluar deh Nay..." aku langsung beranjak keluar sebelum mendengar tanggapan apa-apa darinya. Aku sangat merasa bersalah waktu itu. Meski di lain hal aku dapat melihat pemandangan yang sangat susah dilupakan olehku. Kini aku kembali menunggu di ruang tengah sambil menggunya keluar kamar. Saat Naya keluar kamar, dia sudah mengenakan pakaian yang sama dengan semalam. Namun dia terlihat buru-buru menuju kamar mandi. Dari suara yang kudengar dari kamar mandi, sepertinya dia sedang mandi. Dan sekarang dia menutup pintu kamar mandinya. Setelah dia keluar dari kamar mandi pun dia terlihat buru-buru langsung masuk ke kamar. Padahal aku ingin berbicara dengannya perihal permintaan maafku. Aku kembali menunggunya sampai keluar kamar. Beberapa saat kemudian, Naya keluar kamar. Kini dia berpakaian serba tertutup lengkap dengan hijabnya, meski tetap memakai celana jeans ketat yang menampakan bentuk tubuhnya. Dia langsung menghampiriku. Namun ketika aku hendak memulai percakapan, dia langsung memotongnya. "Chan... anterin aku ke kampus yuk... udah mau mulai nih tesnya" katanya. Aku baru ingat kalau hari ini adalah harinya untuk mengikuti tes masuk universitas. "Ee... tapi aku belum mandi Nay" kataku. "Gapapa... anterin aja kok.. ntar kamu langsung balik aja..." katanya. "yaudah deh..." aku langsung bergegas mengeluarkan motorku. Selama di perjalanan, aku mencoba memulai percakapan. "Nay..?" "Iya?" "Sorry ya buat yang tadi pagi..." kataku. "Sorry karena apa?" jawabnya. Entah dia benar-benar lupa kejadian tadi pagi atau memang dia sengaja berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa. "Karena aku nyelonong masuk ke kamar...." "Ngapain minta maaf? Itu kan kamarmu... ya wajar dong kalau kamu masuk ke kamarmu sendiri..." jawabnya. "Tapi... tapi aku jadi gak sengaja ngeliat itunya kamu..." "Itunya apa?" "Tetek kamu...." jawabku. "Oh..." dia hanya menjawabnya seperti itu. Aku tidak bisa melihat raut mukanya sewaktu dia menjawab seperti itu. Apakah dia marah? "Gapapa kok chan..." "Kamu gak marah kan nay?" "Gak kok... Udah sih, lupain aja..." jawabnya. Sebuah jawaban yang sukup melegakan, meskipun aku tidak yakin apakah dia benar-benar merasa 'tidak apa-apa'. Sebenarnya aku ingin menanyakan kenapa dia tidur telanjang, namun karena Naya tidak mau membahas kejadian itu lagi maka kuurungkan niatku. Akhirnya kami sampai di tempat tujuan. "Makasih ya chan... kamu pulang sana gih... mandi... kamu bau tau...! haha" katanya sambil bercanda. Terlihat kalau Naya memang berusaha melupakan kejadian yang baru kami alami. "Iya deh iya.... ntar kalu udah selesai telpon aja ya... ntar aku jemput." kataku. "Oke" katanya sambil tersenyum. "Semangat ya tesnya..." **** Ketika aku sampai ke kontrakanku, reflek aku langsung masuk ke kamarku. Karena sudah menjadi kebiasaan setelah aku bepergian, aku selalu menaruh kunci motor ke kamarku. Ketika aku masuk ke kamarku, kulihat kasurku sudah rapi kembali. Selimutnya pun sudah dilipat kembali. Namun pada saat aku menaruh kunci motor ke meja komputerku, ada sesuatu yang teregeletak diatas keyboard komputerku. Sebuah tanktop dan hotpant! Apalagi kalau bukan tanktop dan celana yang dipakai Naya semalam. Mungkin tadi dia buru-buru sehingga meninggalkan begitu saja pakaian kotornya tersebut di meja tanpa merapikannya atau menyimpannya. Kupungut pakaian tersebut, dan entah kenapa aku mempunyai rasa untuk ingin mencium pakaian kotor tersebut. Kudekatkan celana pendek mungil tersebut ke hidungku, dan kuhirup bau celana tersebut. Walau bagaimanapun pakaian tersebut langsung menempel pada kulit Naya. Jadi ketika ku mencium celana pendeknya, aku membayangkan kalau aku sedang mencium vaginanya. Penisku tentu langsung bereaksi. Karena aku berada dikamarku sendiri, maka tak ada alasan lagi untuk malu mengeluarkannya. Segera saja aku lepas celanaku. Pada saat aku melepas celanaku, aku melihat pakaian kotor Naya yang lain, namun kali ini sudah dilipat rapi dan ditaruh dibawah meja. Pakaian tersebut merupakan pakaian yang dipakai Naya saat perjalanan kemari. Dan yang paling menyenangkan adalah, di tumpukan pakaian kotor tersebut juga terdapat pakaian dalam Naya! Sudah tentu tak bakal kusia-siakan harta karun tersebut. Kuperlakukan bra dan celana dalamnya tersebut sama dengan apa yang kulakukan pada hotpantnya. Kuhirup kuat-kuat celana dalamnya tepat di bagian dimana vaginanya berada. Dan selanjutnya kugunakan kain segitiga tersebut untuk mengusap-usap penisku. Setelah aku mendapat kepuasan dari onaniku waktu itu, kukembalikan pakaian Naya ke tempatnya semula agar dia tidak curiga. **** 2 Jam kemudian, Naya menelponku untuk minta dijemput. Saat kutunggu dia di depan kampusku, dia berlari ke arahku. Tampak wajah sumringah di wajahnya. Sepertinya dia berhasil melewati tes masuk kuliah. Tiba-tiba dia memelukku! "Yay!" katanya. Aku yang tidak siap menerima pelukan itu, hampir terjatuh karenanya. "Aku ketrima chan!" teriaknya. Seketika orang-orang sekililing kami menatap kami semua. Aku yang merasa malu, ingin segera pergi dari sana. "Udah yuk ah pulang.... malu diliatin orang Nay..." "Hihihii.... sorry yah..." Naya pun melepas pelukannya. "Eh kamu udah makan chan?" tanyanya. "Belum nih... makan yuk..." ajakku. "Hmmm... antar aku ke pasar aja, ntar aku masakin... hihi" katanya. "Kamu bisa masak?" "Ih.. jangan ngeremehin kalo belum nyoba... hehe" "Okedeh kalo gitu..." kami pun menuju pasar. Sesampainya di rumah, Naya langsung menuju dapur. Aku juga menghampirinya untuk membantunya. "Apa yang bisa kubantu Nay?" tanyaku. "Udah... kamu istirahat aja... Aku bisa sendiri kok..." jawabnya. "Yakin?" Naya hanya mengangguk sambil tersenyum manis. "Yaudah kalo gitu. Eh.. aku pinjem kamarnya ya..." kataku. "Itu kan kamarmu... masuk aja... gausah ijin kali... emang mau ngapain?" "Mau ngegame... hehe" kataku. Aku pun segera menuju kamarku. Ketika masuk ke kamar, aku baru ingat kalau ada pakaian kotor Naya di meja dan kusri komputerku. "Nay.... Ini yang di meja komputerku bajumu yah?" teriakku dari dalam kamar. "Oiya chan.... sorry tadi buru-buru, jadi aku taruh situ..... Ambil aja taruh bawah chan!" teriaknya dari dapur. Aku lakukan sesuai apa yang Naya perintahkan. Namun sekali lagi aku mencium pakain kotor tersebut sebelum aku taruh bawah meja. Lantas aku lanjutkan bermain game online. Beberapa saat kemudian, Naya masuk ke kamar. Dia sempat menontonku bermain game sambil berdiri di belakangku. "Udah mateng nay?" tanyaku. "Belum lah... sabar yah... hihi.... eh chan, itu gamenya bisa dstop bentar gak?" tanyanya. "Emang kenapa nay?" "Kamu keluar bentar... aku mau ganti baju... gerah pake ini..." katanya. "Aduh ini game online nay... gabisa dipause" jawabku. "Yah... yaudah deh... kamu main aja tapi jangan noleh dulu ya...?" "Serius kamu mau ganti baju disini?" "Iya... jangan noleh dulu... bentar..." katanya sambil memegang kepalaku dengan kedua tangannya yang dimaksudkan agar kepalaku tidak bergerak-gerak. Seketika aku langsung membayangkan apa yang sedang dilakukan Naya dibelakangku. Aku membayangkan bagaimana dia melucuti pakaiannya satu-persatu. Walaupun aku tidak dapat melihatnya, tapi coba bayangkan saja bagaimana perasaanmu kalau ada cewek cantik yang sedang ganti baju dibelakangmu. "Nay? Kamu jadi ganti baju?" tanyaku karena tiba-tiba suasana hening. "Iya ini aku udah bugil" Deg. Mendengar jawabannya tersebut, pikiranku udah kemana-mana. "Loh nay. Kan pintunya belum ditutup" aku bermaksud memberitahunya perihal pintu kamarku yang masih terbuka lebar. "Udah gapapa... lagian ga ada orang juga... aku malah takut kalau aku sama kamu satu ruangan tertutup sedangkan akunya gak pake apa-apa... hiihih" jawabnya. "Emangnya aku bakal ngapain? Perkosa kamu?" "Siapa tahu... heheeh" jawabnya. "Gak bakal lah... aku gak sebejat itu...." "Iya kok aku percaya... kamu orangnya gak bakal macem-macem... hehe.... udah nih.." katanya. "Udah boleh noleh nay?" "Udah..." Entah kenapa aku merasa penasaran sekali sehingga langsung menoleh untuk melihat apa yang dikenakannya. Sekarang dia mengenakan baju terusan dengan 2 buah tali menggantung di bahunya, sedangkan bagian bawah bajunya tidak terlalu pendek namun tetap memperlihatkan pahanya. Dapat kupastikan lagi kalau dia tidak memakai bra sedangkan apakah dia memakai celana dalam atau tidak, aku tidak tahu. "Kenapa sih kamu? Mentang-mentang udah dibolehin noleh, langsung antusias gitu? Pesanaran banget sama penampilanku ya? hihi" katanya. "Ah enggak..... cuma mau mastiin apa kamu masih cantik apa enggak..." kataku. "Eh.. udah bisa ngegombal ni sekarang ya..... trus menurutmu aku masih cantik nggak pake ini...?" "Masih kok... Kamu pake apa aja pasti tetep cantik..." gombalku. "Kalo gak pake apa-apa? masih cantik juga?" tanyanya. Deg. Aku gak menduga dia menanyakan hal seperti itu. Entah maksudnya cuma bercanda atau memang sedang menggodaku. Mungkin juga dia terbawa suasana oleh keakraban ini. "Kalo itu gak tahu... aku kan blum pernah liat... hehe" jawabku. "Jangan sampe ya.... haha" jawabnya sambil melenggang ke dapur. Aku kembali dengan gameku, sedangkan Naya melanjutkan memasaknya. Beberapa saat kemudian... "Kalian gak punya meja makan ya chan?" teriaknya. "Gak ada nay... makannya lesehan di ruang tengah aja..." "Ooh... udah mateng nih chan..." "Siap!" Kebetulan juga gameku sudah selesai sehingga aku langsung bergegas menuju ruang tengah. Aku sudah duduk standby ketika Naya datang membawa piring-piring. Ketika dia meletakkan piring-piring tersebut, aku dapat melihat belahan dada Naya jauh lebih dalam. Dia memang tidak memakai bra. Namun sayang aku tidak dapat melihat putingnya, padahal aku suka sekali dengan puting Naya setelah melihatnya tadi pagi. "Heh! Bantuin kek.... malah ngliatin gitu..." tegur Naya. "E..e... iya sorry..." Akhirnya kami menyantap masakan Naya. Dan kuakui, masakannya memang enak. Sepertinya dia memang berbakat dalam hal masak-memasak. Aku tak henti-hentinya memuji masakannya. Dia pun terlihat senang ketika aku menyukai masakannya. Naya benar-benar membuatku jatuh cinta. Dia merupakan sosok calon istri idaman setiap lelaki. Kepribadiannya yang mandiri, pintar memasak, dan tentu kecantikannya yang akan membuat suaminya mengajaknya melakukan adegan ranjang tiap hari. Bahkan baru 2 hari dia dia disini aku merasa kalau kami adalah sebuah pasangan suami-istri yang baru saja menikah. Naya benar-benar membuktikan kalau dia layak diperjuangkan. "Ngomong-ngomong kamu berapa hari disini nay?" tanyaku. "Gak tau chan... kamu gak ngusir aku kan?" "Ya gak lah... aku malah pengen kamu lama-lamain disininya.... kan enak bisa dimasakin terus... haha" "Hehe... iya.. aku juga betah kok disini.... lagian kamu juga udah janji ngajakin aku jalan-jalan..." "Besok ya... aku antar kamu kemana aja kamu mau..." "Hehe... makasih ya chan..." "Aku yang harusnya makasih... udah dimasakin makanan seenak ini... haha" "Udah sih.. dari tadi muji terus... haha" "Abis emang enak banget kok nay... cowokmu pasti beruntung banget yah punya pacar yang pinter masak kayak gini..." "Haha... seharusnya sih gitu... tapi sayangnya aku yang gak beruntung gak bisa pamerin masakanku ke pacar" jawabnya. "Emang kenapa?" "Karena gak ada orangnya yang mau dipamerin... haha" jawabnya. "Maksudmu kamu ga ada pacar?" tanyaku. Naya hanya mengangguk malu. "Emang kenapa kalo aku jomblo?" tanyanya tiba-tiba. "Ah.. gak papa kok" jawabku sambil menunduk menyembunyikan senyumanku. Aku tidak dapat menyembunyikan ekspresi kegembiraan mendengar kalau Naya tidak punya pacar. Naya juga terlihat tersenyum tersipu malu. "Kalo kamu? Cewekmu gak marah kan? Kalo tahu pacarnya tidur serumah sama cewek lain?" tanyanya memecah kecanggungan diantara kami. "Sama kayak kamu nay. Gak bakal ada yg marah.. hehe" kami kembali saling tersipu malu. Keadaan sempat hening beberapa saat hingga kami selesai makan. Naya pun mulai membereskan piring-piring kotor kami. Pada saat dia hendak berdiri, aku melihat bagian bawah bajunya sedikit tersingkap. Aku dapat melihat kedua paha bagian dalamnya dengan cukup jelas meski cuma singkat. Aku juga dapat melihat sedikit bayang-bayang hitam di bagian selangkangannya. Mungkin saja dia mengenakan celana dalam warna hitam. Namun jika benar dia memakai celana dalam warna hitam, seharusnya aku dapat melihat bentuk celana dalam tersebut dari luar bajunya karena memang warnanya yang kontras. Berarti bayang-byang hitam di selangkangannya tersebut adalah rambut kemaluannya! Atau memang hanya karena dibagian tersebut cukup gelap sehingga aku melihatnya sebagai bayang-bayang hitam yang tidak jelas. Yang jelas Naya menyuguhkan pemandangan yang indah untukku meski tak disengaja olehnya. "Kamu biasanya nyuci sendiri atau laundry chan?" tanyanya membuka percakapan sambil membereskan piring kotor. "Biasanya laundry sih... paling yang nyuci sendiri cuma daleman aja..." jawabku. "Oh.... tapi kamu punya deterjen kan? Aku mau nyuci soalnya..." "Ada sih.... Kenapa gak dilaundry aja? Kan gak repot...." "Ah cuma dikit kok yang dicuci... cuci sendiri aja lah.... dalemanmu mau sekalian aku cuciin gak? hihi" "Ah jangan.... biar aku cuci sendiri aja... ahaha" jawabku. **** Malamnya... Aku merencanakan sesuatu. Aku berencana mengintip Naya ketika hendak tidur! Aku ingat kalau gorden jendela kamarku kurang panjang sedikit, sehingga memiliki sedikit celah dibawahnya meskipun gordennya tertutup rapat. Aku sungguh tidak sabar untuk melancarkan aksi ini. Namun tentunya aku harus menunggu Naya masuk ke kamarnya. Momen yang dinanti-nanti pun akhirnya tiba. "Besok rencana mau jalan-jalan jam berapa?" tanyanya. "Terserah kamu nay.... pagi aja biar puas..." "Okelah kalo begitu... aku tidur dulu ya...." "Oh iya nay... jangan lupa kunci pintunya... hehe" kataku. "Iya... pasti... hihi" Aku pun menunggunya masuk ke kamar. Dan setelah Naya masuk ke kamar dan terdengar bunyi 'klek' pertanda pintu sudah terkunci, aku bergegas berlari kecil ke luar rumah menuju jendela kamarku. Dan beruntungnya aku, ternyata memang ada selah untukku mengintip. Meski celahnya kecil sekali, aku tetap dapat melihat Naya dengan jelas, dan Naya tidak mungkin melihatkuku karena diluar yang gelap. Aku melihat Naya masih duduk di depan meja komputerku. Sepertinya dia masih bermain-main dengan handphonenya. Aku menunggunya dengan sabar. Tentuya aku harap-harap cemas, apakah dia kali ini akan membuka bajunya atau tidak. Aku juga mengawasi keadaan sekitar, dan aku pun mulai mengeluarkan penisku. Naya mulai bergerak. Kulihat dia mengambil sebuah botol lotion dari tasnya. Lantas dia mengusapkannya pada kedua lengannya. Namun adegan yang kutungggu adalah pada saat Naya mengusapkan lotion ke kaki dan pahanya. Naya mengangkat kakinya ke kursi untuk memberi lotion ke bagian ujung kakinya. Pada saat inilah aku dapat melihat pahanya ketika dia menekuk kakinya. Namun sayang, aku hanya bisa melihat duduk Naya dari samping. Jika saja dia duduk menghadap ke arahku, maka pasti aku dapat melihat bagian selangkangannya. Aku menikmati momen-momen ketika dia mengusapkan lotion ke pahanya sambil mengocok penisku. Hingga akhirnya semua bagian lengan dan kakinya sudah terlumuri lotionnya. Kemudian dia berdiri. Sayang, kali ini dia malah membelakangiku. Ini karena dia menghadap cermin yang ada di dinding kamarku. Jantungku berdenar-debar menunggu apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Dia mengikat rambutnya, dan setelah itu apa yang ditunggu-tunggu akhirnya terjadi! Naya terlihat memegang bagian bawah baju terusannya untuk selanjutnya menariknya keatas! Perlahan namun pasti, aku mulai melihat bongkahan pantatnya. Dan benar, dia tidak memakai celana dalam! Dia menarik bajunya dan meloloskannya ke atas. Kini aku bisa melihat tubuh telanjangnya meski dari belakang. Selanjutnya dia kembali mengambil botol lotion. Dia mulai mengusap-usapkan lotion ke tubuh bagian depannya. Andai saja aku dapat melihatnya, pasti aku sudah melihat Naya yang meremas-remas payudaranya sendiri. Namun aku cukup terhibur setelah dia juga melumuri lotion ke pantatnya, sehingga aku dapat melihat Naya meremas-remas pantatnya. Adegan demi adegan tersebut semakin memompa nafsuku. Seiring juga naiknya kocokan pada penisku. Aku merasa pejuku sudah diujung tanduk. Hingga akhirnya.... Naya membalikkan badan! Akhirnya aku dapat melihat tubuh bagian depannya yang tak tertutupi sehelai benang pun. Dan akhirnya aku dapat melihat bagian intimnya! Terlihat begitu indah yang tertutupi rambut kemaluan yang cukup lebat. Dan saat itu juga aku telah sampai puncaknya. CROT CROT CROT... pejuku membasahi tembok. Sebuah kepuasan bisa onani sambil melihat tubuh telanjang Naya. Namun aku hanya dapat melihat tubuh bagian depannya sebentar saja, karena setelah itu Naya mematikan lampu kamarnya. Namun setidaknya aku puas sudah melihat setiap bagian tubuh telanjangnya. Tapi aku menyesal. Kenapa barusan aku tidak merekamnya saja? Aku kembali berencana untuk mengintipnya besok, namun kali ini akan kuabadikan. Setelah 2 malam Naya menginap ditempatku, kini aku lebih tahu tentang dirinya. Dibalik kecantikannya, ternyata dia memiliki sebuah kebiasaan yang aneh menurutku. Dia tidak pernah atau jarang mengenakan pakaian dalam jika di dalam rumah dan bahkan selalu bertelanjang bulat ketika tidur. Apakah dia mempunyai kelaianan? Atau cuma kebiasaanya? Atau memang kebetulan saja aku melihat dia melakukan itu? Pagi itu aku terbangun agak telat. Ketika aku keluar kamar, aku melihat Naya sudah bangun dan terlihat membawa nampan berisi 2 gelas teh. "Eh... kebetulan chan... baru aja mau aku bangunin, malah udah bangun sendiri... nih aku buatin teh..." katanya. "Duh... baik banget sih kamu nay...." "Haha.... gantian aja kok... kemaren kan kamu yang buatin buat aku..." Kami pun menikmati teh tersebut sama seperti pada saat Naya kubuatkan teh kemarin. "Kamu gak dingin apa, pake baju kayak gitu pagi-pagi gini nay?" tanyaku setelah meliahtnya memakai baju terusan yang kemarin. "Gak kok... udah biasa... lagian gak dingin-dingin amat..." jawabnya. "Oh..." "Kamu kok kayaknya selalu ngliatin badanku terus deh chan? kenapa sih?" tanyanya. "Ah gak... aku kan gak biasa aja ngeliat cewek di rumah ini... biasanya mah ngeliat badan cowok mulu... telanjang dada pula... padahal badannya gak ada bagus-bagusnya hehe" candaku sambil bermaksud menyindir kebiasaan teman sekontrakanku yang suka bertelanjang dada jika di dalam rumah. "Hahaha... giliran ada aku kamu jadi bisa liat cewek yang telanjang dada ya?" jawabnya. Tentu aku terkejut, padahal aku tidak bermaksud mengingat kejadian itu lagi. "Duh nay... aku bener-bener minta maaf soal kejadian itu... aku gak sengaja... sumpah" "Iya iya... udah kumaafin kok... lupain aja.. haha" jawabnya. "Ngomong-ngomong nay, kok kamu tidurnya gak pake baju gitu sih?" tanyaku. Aku berusaha mengulik tentang kebiasaannya tersebut. "Hmmm.... lagi pengen aja... udah sih plis jangan dibahas lagi..." jawabnya. "Yaudah deh sorry... sekali lagi aku minta maaf..." "Jangan critain ke siapa-siapa lho ya..." katanya. "Tenang... gak bakalan kok..." "Janji?" tanyanya meyakinkan. "Janji!" jawabku. "Eh katanya kamu mau ngajakin aku jalan-jalan hari ini... jadi gak?" tanyanya. "Jadi dong.... hmmmm.... kalau ke pantai kamu suka gak?" tanyaku. "Suka banget...." jawabnya. "Tapi agak jauh pantainya..." "Gapapa...." "Yaudah yuk siap-siap..." Singkat cerita, aku sudah siap berangkat. Tak lupa, aku juga membawa baju ganti untuk berjaga-jaga jika nanti ingin bermain air. Namun cukup lama juga aku menunggu Naya keluar kamar. Hingga akhirnya pintu kamarnya mulai terbuka, dan semerbak wangi parfum seketika keluar dari kamar. Naya berpakaian sangat anggun sekali. Dia mengenakan baju model kaos lengan panjang warna coklat muda polos, dipadu dengan hijab berwarna coklat tua. Sedangkan bawahnya dia memakai celana jeans berwarna hitam ketat. Jika tersorot cahaya dari belakang, bajunya terlihat sedikit menerawang, bahkan samar-samar aku dapat melihat bentuk bra dibalik baju tersebut. Namun itu hanya terlihat jika dengan diperhatikan baik-baik saja. "Cakep bener dandanannya... kayak mau kondangan aja... kita ini mau ke pantai lho..." sindirku. "Emangnya aku harus pake apa? Pake bikini? Lagian bajuku tinggal ini... masa iya mau pake tanktop doang?" jawabnya. "Hehe... gapapa kok... eh tapi kamu bawa baju ganti kan?" tanyaku. "Lho emang kita mau berenang?" Naya tanya balik. "Ya terserah sih... paling gak, main air lah...." "Hmmm... yaudah bentar yah..." Naya kembali masuk ke kamar untuk mengambil baju gantinya. "Masukin kesini aja bajunya... sekalian bawa ya tasnya..." aku menyodorkan tas ranselku padanya. "Oke..." Letak pantai yang kami tuju lumayan jauh. Mungkin butuh sekitar 2 jam untuk mencapainya. Di tengah perjalanan, kami sempatkan mampir ke rumah makan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Akhirnya kami sampai juga di pantai tujuan kami. Waktu itu suasana pantai cukup ramai sekali. Memang deretan pantai berpasir putih di area ini memang sudah populer di kalangan wisatawan. Tak ayal kalau beberapa pantai disini selalu dipenuhi orang baik pada musim liburan maupun tidak. Namun sebenarnya ada beberapa pantai yang masih jarang dikunjungi, itu karena untuk kesana tidaklah mudah. "Yaah... rame banget chan..." kata Naya. "Ya mau gimana lagi? Ada sih tempat yang sepi.. tapi....." kataku. "Tapi kenapa?" "Harus jalan kaki dulu kesana sekitar sejam..." kataku sambil menunjuk sebuah tebing bebatuan. "Itu kan tebing chan?" "Iya.. kita harus manjat itu dulu, ntar dibalik bukit itu ada pantai lagi... itu sepi banget.... lebih cantik juga pantainya" jawabku. "Kamu udah pernah kesana?" "Udah dulu sama anak-anak mapala..." "Hmmm... yaudah deh gapapa... penasaran...." katanya. Selanjutnya kami membeli beberapa cemilan dan minuman untuk bekal kami kesana. Lalu setelah itu melanjutkan perjalanan. "Kamu tu anak mapala ya chan?" tanya Naya membuka obrolan. "Ah gak.... temenku aja yang anak mapala... tapi dia suka ngajak aku exploring-exploring gini..." jawabku. "Naik gunung juga?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. "Wah.. boleh dong sekali-kali aku diajak naik gunung..." katanya. "Kamu belum pernah?" "Belum...." "Yaudah deh... kapan-kapan aku ajak kamu..." "Hehe... makasih ya chan...." Sejam lebih kemudian, kami telah sampai ke pantai tersembunyi tersebut. "Waaaaahhh....! Keren chan...." ekspresi Naya ketika melihat pantai ini untuk pertama kalinya. "Nah... sepi kan?" "Ini sih gak sepi lagi chan.... malah gak ada siapa-siapa disini.... serasa cuma milik kita aja yah... haha" Naya langsung menghempaskan pantatnya ke pasir yang ternaungi rimbunnya pohon yang ada di pesisir pantai. Sedangkan aku menyusulnya untuk duduk disebelahnya. Sejenak, Naya terdiam memandangi lautan. "Cantik yah...." kalimat yang terucap dari bibir manisnya, mengekspresikan keindahan lautan yang ada di depannya. "Eh chan, kalo mau ganti baju dimana ya?" tanya Naya. "Oiya lupa aku nay... disini gak ada kamar ganti.... aduh.. gimana ya?" jawabku. Aku benar-benar lupa akan hal ini. Naya mengarahkan pandangannya keseluruh area pantai, seperti mencari sesuatu. "Hmmm... kayaknya disitu bisa deh.." kata Naya sambil menunjuk ke sebuah arah. "Mana?" tanyaku. "Itu lho... semak-semak itu..." sambil tetap menunjuk semak-semak tersebut, Naya mempertegas ucapannya. "Kamu serius mau ganti baju disitu?" "Iya gapapa.... lagian gak ada orang kok... kan sayang udah jauh-jauh kesini kalo gak main air..." "Yaudah deh, kamu duluan aja... aku nunggu sini.." kataku. Naya pun berjalan menuju semak-semak yang jaraknya sekitar 10 meter dari tempatku duduk. Mataku terus mengikuti kemana Naya pergi. Hingga akhirnya tubuh Naya menghilang dibalik semak-semak. Sebenarnya semak-semak tersebut tidak dapat menutupi tubuh Naya dengan sempurna. Terdapat beberapa celah-celah kecil yang dihasilkan dari daun-daun semak-semak tersebut. Namun dari jarak pandangku, celah tersebut cukup sulit untuk melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Naya dibaliknya. Tetapi karena banyaknya celah tersebut, aku sedikit tahu apa yang sedang dilakukan Naya. Seperti pada saat samar-samar aku melihat Naya melepaskan hijabnya, yang diteruskan melepaskan baju bagian atasnya. Itu terlihat dari gerakan Naya yang mengangkat kedua tangannya, meski aku tidak bisa melihat jelas tubuh Naya setelah melepaskan baju atasnya tersebut. Kemudian Naya terlihat membungkukkan badannya, dapat kuasumsinkan kalau dia sedang melorotkan celananya. Meski aku tidak dapat melihat tubuhnya, namun imajinasiku tetap berjalan, dan itu membuat penisku mulai mengeras. "Chan... jangan ngintip ya...!" teriak Naya tiba-tiba. Aku yang kaget, langsung memalingkan mukaku. Sial. Apakah Naya tahu kalau aku dari tadi menatapnya? "Siapa juga yang ngintip.. aku dari tadi masih disini!" teriakku mencoba memberi alibi untuk membela diriku. "Bagus deh! Sekalian jagain kalo misal ada orang ya! Soalnya aku lagi gak pake apa-apa nih!" balasnya. Haruskah Naya menegaskan kalimat "lagi gak pake apa-apa" tersebut? Sebuah kalimat yang membuat siapapun yang mendengarnya pasti pikiran bawah sadarnya langsung membayangkannya. Seperti halnya diriku. "Udah sana gantian" kata Naya yang tiba-tiba muncul dibelakangku. Naya kini telah berganti baju. Dia mengenakan kaos warna kuning polos yang lumayan ketat, dan sebuah celana hotpant warna hitam. Aku cukup kecewa, karena aku mengharapkan Naya tidak memakai pakaian dalamnya. Namun ternyata, aku bisa melihat dengan jelas bentuk cup bra yang tercetak di kaos yang dikenakannya. Tetapi tetap saja aku tidak menyangka Naya akan berpakaian seperti itu di tempat terbuka seperti ini. Berbeda sekali dengan pakaiannya yang serba tertutup pada saat berangkat kesini. Dibalik semak-semak yang sama dengan yang dipakai Naya tadi, aku mulai melepaskan bajuku. Aku mendapati penisku tegang dengan sempurna. Sehingga ketika aku memakai celana boxerku, terlihat sekali tonjolan penisku. Kuputuskan untuk melakukan onani sebentar. Lewat celah dari samak-semak yang menutupi tubuhku ini, aku mengintip untuk mengawasi Naya agar memastikan dia tidak melihat kearahku. Namun selain mengawasinya, aku juga menikmati pemandangan tubuh Naya yang kini sedang mengoleskan lotion ke pahanya putihnya. Berkat pemandangan tersebut, tak butuh waktu lama untukku mendapatkan ejakulasi. Setelah selesai berganti baju, aku menghampiri Naya. Naya masih belum selesai dengan kegiatan mengoles lotionnya. Bahkan ketika aku mulai duduk disebelahnya, Naya sedang mengoles lotion ke paha bagian dalam yang membuatnya memposisikan diri sedikit mengangkang. Tentu mataku tak lepas dari pemandangan tersebut. Aku bisa melihat betapa mulusnya kulit paha Naya. Dan tentu saja mataku juga tertuju pada gundukan kecil diantara kedua paha yang masih tertutup hotpant tersebut. "Nih. Biar gak item." kata Naya menyodorkan lotion kepadaku. Aku menerima lotion tersebut. Sedangkan Naya langsung bangkit dan menuju laut. Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk bermain air. Sambil mengolesi lotion pada tubuhku, aku menonton Naya yang sedang bermain air laut. Terlihat kini seluruh tubuhnya sudah basah oleh air. Sehingga kini kaosnya benar-benar mencetak bra yang dikenakannya. Terlihat jelas bra warna putih dengan indahnya menutup bagian tubuhnya yang juga sama indahnya. Sedangkan kaosnya sesekali terangkat, memperlihatkan kulit perut ratanya tersebut. Ingin sekali aku menyentuh kulit tubuhnya yang terlihat tanpa cacat tersebut. Tiba-tiba ombak yang cukup besar datang padanya. Sehingga Naya jatuh tersungkur karenanya. Kontan saja, aku langsung mentertawainya. Hingga dia terbangun dan terlihat seperti kesakitan sambil memegang punggungnya. Aku yang tadi tertawa, kini langsung simpati padanya. Aku pun langsung bangkit menghampirinya. "Kamu gak apa-apa? Punggungmu sakit?" tanyaku padanya. "Gak apa-apa kok chan.... cuma...." "Cuma apa?" "Cuma behaku kaitnya lepas nih... hehe" jawabnya. "Oalah... kirain kamu kenapa-napa nay..." "Hmmmm.... boleh minta tolong gak chan? Susah nih" kata Naya yang memang terlihat kesulitan meraih kait bra yang berada dibalik kaosnya. Naya lantas berdiri memebelakangiku. "Aku harus gimana nay?" sebenarnya aku sudah tahu harus berbuat apa, tapi aku ragu saja untuk melakukannya. "Kaitin behaku. Masukin aja tanganmu ke kaosku." kata Naya. "Serius nih kamu minta tolong aku?" tanyaku kurang percaya. "Iya chan... emangnya aku harus minta tolong sama siapa lagi?" "Yaudah deh.... maaf ya..." aku minta ijin padanya untuk memasukkan tanganku ke dalam kaosnya. Ketika jariku menyentuh kulit punggungnya, sontak saja penisku langsung bereaksi. Karena hal inilah yang memang kuidam-idamkan sejak pertama kali melihat kemulusan kulitnya. Meski aku mengharapkan bisa membelai kulit pahanya atau payudaranya, membelai punggungnya saja sudah membuatku terangsang. Setalah meraih kedua ujung bra Naya, aku mencoba mengaitkan kedua-duanya. Namun aku cukup kesulitan karena aku tidak konsen padanya. Tiba-tiba ada sebuah ombak yang mendorongku dari belakang. Hal ini membuat pinggulku terdorong ke depan, membuat tonjolan yang ada di celanaku menyentuh pantatnya. "Eh... sorry nay... kayaknya kita harus minggir dulu deh.." kataku pada Naya. Sepertinya Naya tidak sadar kalo baru saja 'disodok' olehku. Penisku kembali tegang sempurna dibuatnya. Sehingga membuatku semakin tidak konsen untuk mengaitkan bra Naya. "Bisa gak chan?" tanya Naya. "Susah nih. Gak kliatan kaitnya. Aku gak pernah make beha sih... jadi ya maklum gak hafal letak kaitnya..." jawabku. Tiba-tiba Naya menarik keatas ujung kaosnya! "Eh eh... kamu ngapain nay?" tanyaku terkejut dengan apa yang dilakukannya. "Ya biar kliatan kaitnya chan" jawabnya polos. "Ya tapi gausah pake buka baju segala nay..." kataku. "Gapapa... gak ada orang kok.." jawabnya. Gak ada orang? Memangnya aku tidak dianggap sebagai 'orang'? Aku benar-benar terkejut melihat kelakuannya ini. Dia berani membuka kaosnya di tempat terbuka seperti ini di hadapanku! Meski dia cuma mengangkat kaosnya dan tidak sampai terlepas, tentu saja masih membuat punggungnya terlihat jelas olehku. Tidak hanya melihatnya, tapi aku juga bisa membelai punggungnya. Jika saja aku bisa melihat tubuhnya dari depan, pasti akan terlihat perut rata Naya dan tentu saja sebuah pembungkus gunung kembar miliknya. Otak mesumku mulai berimajinasi. Aku membayangkan dengan posisi kami pada saat ini, aku tidak jadi mengaitkan bra Naya. Melainkan menariknya bersama kaosnya keatas hingga terlepas, dilanjutkan aku langsung memeluknya dan meremas kedua payudaranya dari belakang. Kuplorotkan juga hotpantnya dan celanaku, dan langsung manancapkan penisku ke sela-sela paha Naya. Aku membayangkan sedang men-doggy Naya saat itu juga! Namun otak warasku kembali mengambil alih. Aku selesaikan tugasku, sehingga bra Naya kembali terkait. "Udah nay" kataku. Naya pun kembali membetulkan kaosnya. "Makasih ya chan..." Ah sial, celanaku kembali menggembung gara-gara kejadian barusan. Aku segera beranjak dari bibir laut dan kembali duduk di bawah pohon. Ketekuk kakiku ketika duduk, sehingga Naya tidak bisa melihat tonjolan celanaku. Setidaknya aku akan duduk disini sampai penisku melemas. Bukannya melemas, penisku malah makin tegang. Apalagi sekarang Naya malah duduk bersila di depanku. Kulihat betapa putihnya kulit paha bagian dalam Naya. Dan tentu saja gundukan yang ada di selangkangannya, membuatku membayangkan seperti apa isi dari celana hotpant tersebut. "Heh Chan! Kok bengong sih? Lagi mikirin apa?" tegur Naya mengagetkanku. "Anu... putih... eh.." aku yang kaget, membuatku keceplosan. "Putih? Apanya yang putih?" tanyanya. "Hmmm... pasirnya Nay.." jawabku asal. "Iya chan... cantik pasir pantainya.... gak kayak pantai di ****" jawabnya. Kuteruskan mengobrol dengan Naya, sehingga tanpa terasa penisku kembali melemas. Kami habiskan hari itu dengan mengobrol, bermain pasir, sekedar menikmati pemandangan, dan tentu saja foto-foto. Hingga tidak terasa hari sudah sore. **** "Eh chan, ini kita kalau mau bilas dimana? Disini kan gak ada kamar mandi." tanyanya. "Oiya lupa. Kalau kamar mandi mah jauh. Di tempat pertama kita nyampe itu. Tapi di dekat sini ada sumur warga sih, kalau kamu mau... tapi..." kataku menjelaskan. "Tapi apa?" "Tapi gak ada kamar mandinya Nay, cuma sumur..." jawabku. "Jadi tempatnya terbuka gitu?" "Iya nay..." "Kira-kira sering ada orang lewat gak deket situ?" tanyanya. "Setauku sih jarang, soalnya agak jauh dari pemukiman juga..." "Coba deh nanti liat dulu... Soalnya aku buru-buru pengen mandi deh, udah lengket semua gini." katanya. Kami pun mulai mengemasi barang-barang kami dan mulai berjalan menuju sumur tersebut yang kebetulan searah dengan jalan pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar